“Hendaknya ketika mendengar kata feminis jangan takut ataupun merasa alergi,” Kata Mbak Mai, salah satu pembicara yang hadir di LAKSMI Talks bulan ini pada 12 maret 2021. Lalu Mbak Mai menjelaskan ekofeminisme merupakan gabungan antara feminis dan ekologi. “Feminis erat kaitannya dengan pandangan bagaimana hak-hak perempuan diakui dan juga ditetapkan, sementara ekologi lebih dekat dengan alam,” kata Mbak Mai mengawali pembicaraan. 

Ribuan kilo meter dari Passau-Jerman, Siti Maimunah (Mbak Mai) yang kini sedang meraih gelar doktoralnya menyempatkan diri untuk berbagi cerita tentang ekofeminisme kepada para peserta diskusi. Kemudian moderator diskusi Chrysanthi Tarigan dari Diageo Indonesia juga mengundang Leoni Rahmawati sebagai Co-founder Hutan Itu Indonesia dan Ni Luh Yeni sebagai koordinator program desa ekowisata di desa Nyambu, Tabanan, Bali untuk turut bercerita tentang pergerakan mereka.

Leoni Rahmawati menjelaskan tentang gerakan Hutan Itu Indonesia, gerakan yang ia dirikan bersama teman-teman aktivis lainnya. “Hutan Itu Indonesia merupakan suatu gerakan terbuka yang merangkul anak muda perkotaan memberikan sesuatu yang inspiratif dan juga mengedukasi untuk tetap peduli terhadap hutan Indonesia,” kata Leoni. 

Kak Leoni juga berbagi pengalaman nya ketika bertemu dengan masyarakat adat Pandumaan Sipitu Huta di Sumatera Utara yang menganggap hutan itu seperti rambut, gunung adalah kepala, air adalah darah. “Kalau hutan habis maka keturunan mereka akan habis seperti hutan itu,” kata Leoni bercerita. 

Masyarakat perkotaan memang tidak langsung bersinggungan dengan hutan bahkan ada yang tidak mengetahui hutan itu seperti apa. Namun, kita dapat mendorong pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, untuk mencapai itu harus ada perubahan perilaku dari sisi perempuan maupun dari sisi laki-laki, hal itu untuk merubah cara berkonsumsi. Menurut kak leoni ada tiga cara untuk mencapai pola produksi & konsumsi berkelanjutan:

1.     Mengenal latar belakang produk dan proses produksinya

2.     Meminta produsen/penjual menyediakan produk ramah lingkungan

3.     Mengajak orang sekitar untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan

Kak leoni menambahkan bahwa untuk mewujudkan gaya hidup yang berkelanjutan ada dua cara yang bisa kita lakukan:

1.     Menyadari apa yang kita makan dan seberapa banyak

Setiap orang mampu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melawan krisis iklim. Itulah sebabnya, perlu cara untuk mengubah prilaku menjalani kehidupan sehari-hari.

Jika sisa limbah makanan dikumpulkan pada suatu negara, maka negara tersebut akan menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar ke tiga di dunia.

Untuk mengurangi limbah makanan bisa kita lakukan dengan:

·      Merencanakan dan membeli yang dibutuhkan saja

·      Mengolah makanan sisa dengan kreatif

Jika mampu untuk mengurangi konsumsi makanan yang menuntut sumber daya yang besar hal ini bisa turut mengurangi emisi.

2.     Belanja pakaian, tas dan sepatu hanya ketika perlu-dan gunakan kembali barang yang lama

Produksi pakaian, tas dan sepatu memerlukan sumber daya yang sangat besar, misalnya air dan lahan untuk menanam tanaman, seperti pohon kapas. Juga proses pembuatannya menghasilkan emisi.

Kak leoni menjelaskan bahwa untuk memproduksi satu kaos katun saja memerlukan 2.700 liter air, hal ini setara dengan jumlah air yang bisa diminum satu orang selama2,5 tahun.

Diakhir, kak leoni berpesan untuk bersatu sebagai konsumen dan masyarakat, tidak hanya merubah perilaku peduli terhadap lingkungan saja tetapi terus mendorong industry untuk merubah praktek dan operasional agar lebih bertanggung jawab pada kelestarian produk dan lingkungan termasuk hak masyarakat.

Ekowisata Desa Nyambu

Di sesi ketiga Ni Luh Yeni koordinator program desa ekowisata LAKSMI-Nyambu, Tabanan, Bali. Ia bercerita bagaimana ia lahir dan dibesarkan didesa Nyambu, Yeni tidak ingin pindah dari tanah kelahirannya dan terus membangun desanya melalui ekowisata. Bagi Yeni parawisata seharusnya juga fokus merawat lingkungan untuk berkelanjutan.

Untuk mencapai desa ekowisata kak yeni bersama masyarakat dan juga mengajak anak muda melakukan kegiatan bersih-bersih, membersihkan saluran irigasi dan sawah, juga membersihkan sekitan desa nyambu. Hasilnya, sekarang di desa nyambu telah dapat menerima tamu sekaligus ada juga paket wisatanya.

“Sebelum Desa Nyambu menjadi desa ekowisata, anak-anak muda di desa (Nyambu) malu kalau menyebut dirinya dari Nyambu. Dahulu desanya sangat kotor, sampah plastik  mudah sekali ditemui.S ekarang sampah plastik sudah mulai berkurang,” kata Yeni. Menurutnya, manfaat ekowisata bagi Desa Nyambu menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat desa nyambu untuk lebih menjaga lingkungan sekitar. “jika lingkungan tampak kotor masyarakat akan merasa malu jika ada tamu dari luar daerah datang untuk berwisata,” Kata Yeni.

Sebelum acara ditutup, LAKSMI mengajak para peserta untuk bergabung pada aksi kolektif #berubahdarirumah. Tujuannya untuk mengubah kebiasaan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dan bijak menggunakan plastic selama 30 hari. Kampanye ini sudah dimulai 21 februari 2021 lalu, untuk memperingati Hari Sampah nasional hingga Hari Bumi sedunia. Tujuannya, bagaimana para peserta juga bisa mengambil aksi nyata dalam memperbaiki kondisi lingkungan dengan cara-cara yang lebih sederhana.

Diskusi Laksmi Talks bulan Maret ini sekaligus merayakan Hari Perempuan Internasional. LAKSMI mengundang lebih dari 50 peserta diskusi yang hadir untuk berfoto bersama. Selamat hari perempuan internasional!

Di tulis oleh : Susilo Mardani Akbar