Pada 22 Oktober 2020, selama dua jam penuh, sekitar 155 peserta dari seluruh Indonesia berkumpul di aplikasi Zoom untuk pelatihan Kelas Daring: Digital Storytelling for Social Impact. Kegiatan ini merupakan rangkaian peluncuran website Laksmi dan kampanye #berubahdarirumah. Kampanye ini merangkul masyarakat untuk mengurangi sampah sekali pakai dari rumah, selama 30 hari.
Ada tiga komponen pembelajaran di kelas ‘marathon’ ini, yaitu: materi menulis dengan gaya storytelling yang dibawakan oleh Redaktur Senior Tempo, istiqomatul Hayati. Selanjutnya, Fadhli Sofyan, digital marketing specialist Tempo institute membongkar rahasia strategi kampanye digital yang efektif. Di paparan terakhir paparan bagaimana membuat foto yang bercerita dari Nita Dian. Sebagai fotografer dan periset foto TEMPO, Nita berpengalaman bagaimana membuat foto story yang mengunggah pembaca.
Pirhot Nababan, perwakilan dari Diageo Indonesia, pendukung utama kegiatan ini menjelaskan bahwa inisiasi kampanye #berubahdarirumah merupakan perpanjangan inisiatif Saraswati bersama Diageo Indonesia dalam mendukung Nyambu sebagai desa ekowisata yang peduli terhadap pengurangan plastik sekali pakai. “Masyarakat lebih memiliki solusi yang paling tepat dan baik dalam mengurangi sampah plastik. Penggunaan plastik sekali pakai banyak sekali dimulai dari rumah, misalnya dari belanja online atau membeli makanan dengan layanan pesan antar,” Kata Pirhot. “Semoga kelas ini bisa menjadi solusi pendukung usaha teman-teman dalam melakukan perubahan, agar bisa dilihat orang lain dan menginspirasi mereka,” ujar Pirhot.
Write drunk, edit sober
Di sesi pertama, Istiqomatul Hayati, redaktur Tempo yang sudah 20 tahun di dunia pemberitaan menjelaskan bagaimana menulis dengan gaya bercerita yang baik. “Mengapa harus menulis dengan gaya storytelling? Karena manusia secara alamiah senang bercerita. Orang membeli produk karena ada cerita di baliknya. Cerita itulah yang membuat sesuatu menjadi sangat mahal”, kata Isti, panggilan akrabnya.
Karena dengan bercerita, kita bisa mempersuasi orang dan bergabung bersama menjadi agen perubahan. Misalnya kita menulis tentang bagaimana mengolah sampah plastik ini agar orang lain tertarik dengan inisiatif kita. Seperti dalam buku Contagious: Why Things Catch On karya Jonah berger, “Di dalam buku tersebut, ada beberapa langkah membuat tulisan bercerita, salah satunya emotion, bagaimana sebuah cerita menarik emosi pembaca,” kata Isti.
Isti memberikan tips bagaimana membuat tulisan bercerita yang efektif:
- Angle: Ini merupakan langkah pertama dalam menulis. Angle adalah sudut pandang penulis dalam menulis sesuatu. “Angle akan membantu menarasikan gagasanmu. Satu tulisan satu angle, agar tulisan fokus di satu topik. Yang mudah, gunakan kalimat tanya”.
- Awali dengan yang paling penting dan memikat: Tujuannya agar pembaca makin penasaran dengan apa yang sedang kita tulis selanjutnya.
- Gunakan bahasa popular, jernih, dan ringkas: Langkah ini penting, karena kita tidak perlu bertele-tele dalam menjelaskan tulisan.
- Show, don’t tell: Deskripsikan apa yang kamu tulis dengan panca indra. Misalnya kata dingin, bisa diganti dengan mengembun atau sebagainya.
- Write drunk, edit sober: Tulislah seperti orang “mabuk”, banyak menulis sesuai apa yang di dalam pikiran atau bahan yang ada. Tapi setelah menulis, hendaklah berhenti sejenak, melakukan kegiatan lain agar lebih rileks. Lalu kembali lagi untuk mengedit sesuai dalam kondisi “sadar” untuk diperbaiki. Dan juga, jangan menulis sambil mengedit tulisan, karena tidak akan efektif.
Di sesi tanya jawab, banyak peserta yang menanyakan bagaimana membuat outline tulisan yang baik. Isti memberikan tips yaitu cara paling mudah adalah menulis dengan konsep piramida terbalik, yang paling penting ada di bagian atas. Semakin ke bawah sebuah tulisan hanya ada informasi tambahan. “Kalau pusing, bikin saja dulu dengan metode piramida terbalik. Semakin kita berlatih, semakin lancar kita mampu menulis storytelling,” Kata Isti.
Peserta lain, seperti Naura dan Brenda menanyakan bagaimana menghilangkan writer’s block. “Tinggalkan tulisan yang kamu tulis, refreshing, melihat dunia luar yang lebih indah. Dibikin nyaman, santai. Jangan tertekan, anggaplah tulisan teman kita yang sangat menarik,” kata Isti memberikan tips.
Bagaimana bisa menjadi viral?
Menjadi bagian netizen di media sosial, tak lengkap tanpa mengetahui strategi kampanye digital. Fadhli Sofyan yang passionate dalam digital marketing strategist memberikan tipsnya bagaimana menentukan konten menjadi viral atau kampanye yang kita buat sampai ke publik.
“Pertama kita harus mengenali sasaran yang kita capai? Misalnya, apakah kita berbicara dengan anak muda seumuran kita atau orang tua. Karena pendekatannya pasti berbeda,” kata Fadhli. “Siapa target kita dan akan bercerita apa, atau dibalik, atau kampanye yang kita buat ini akan ‘didengar’ sama siapa?”.
Setelah menentukan target audiens, setiap konten harus memiliki tujuan atau objektif. Ada tiga bagian objektif postingan yang bisa dipilih saat melakukan perencanaan postingan, yaitu:
- Awareness : untuk menjangkau orang sebanyak mungkin. Biasanya dengan konten yang edukatif, relevan, menghibur, dan konsisten.
- Engagement: untuk membangun interaksi dengan para followers. Kita bisa membuat konten yang memancing pertanyaan atau pendapat, membuat tanya jawab, atau kuis.
- Action : Untuk mendorong perubahan atau tindak lanjut setelah netizen melihat postingan kita. Misalnya dengan membuat tantangan atau memasukan kalimat ajakan yang jelas dalam post. Jangan lupa untuk memberi motivasi diri sendiri dan orang lain dan memberi penghargaan untuk mereka setelahnya. “Perlu call to action yang jelas setelah memposting, misalnya kamu juga bisa kok, atau lainnya,” kata Fadhli.
“Audiens di media sosial sangat beragam, bagaimana agar pesan yang diterima ke semua audiens,” tanya Siwi, peserta dari Yogyakarta. “Sama seperti cinta, kita tidak mungkin dicintai oleh semua orang. Jadi pertama kita harus tahu tujuan postingannya untuk apa lalu ‘ngomongnya’ ke siapa,” kata fadhli.
Bongkar rahasia membuat foto bercerita
“Unsur penting dari sebuah foto bercerita adalah alur,” kata Nita Dian, periset foto Tempo saat memulai sesinya. Alur dalam foto bercerita adalah jalinan atau rangkaian dari foto-foto tunggal yang diikat dalam tema besar sehingga pesan dapat tersampaikan secara utuh, teratur, mengalir dan tidak monoton. “Serupa tulisan, di foto pun alur diperlukan agar foto tidak membosankan,” Kata Nita. Ia mengampu sesi bagaimana membuat foto yang bercerita.
Nita memberikan tips bagaimana membuat perencanaan pengambilan foto yang bercerita, yaitu EDFAT, Entire, detail, Frame, Angle, and Time. “Rumus ini digunakan oleh kami para jurnalis foto bagaimana foto liputan kita tidak membosankan, bisa bercerita, dan pesannya sampai ke orang lain,” Kata Nita bersemangat.
Rumus EDFAT ini digunakan saat kita akan mengambil gambar pada sebuah peristiwa, cerita, produk, atau aktivitas:
- Entire: Memotret sebuah peristiwa atau lokasi secara luas sehingga mampu menceritakan secara keseluruhan. Biasanya, menggunakan sudut lensa lebar dan pengambilan gambar extreme long shot dan long shot. “Kalau pakai HP usahakan jangan menggunakan zoom, ambil gambar dari dekat atau ambil keseluruhannya,” kata Nita. “Misalnya kita datang ke pasar, bukan foto langsung foto bengkuangnya saja, tapi kita mengambil foto secara luas, misalnya si pedagangnya, komoditinya, atau satu frame secara luas. Lalu ambil berbagai sudut, misalnya area buah, ayam, dan lainnya,” Kata Nita memberikan tips.
- Detail: Merupakan gambar spesifik dengan menentukan subjek yang menarik atau paling sesuai dengan cerita dari tahap entire. Detail bisa berupa benda, ekspresi, atau simbol. Biasanya fotografer menggunakan pengambilan gambar dengan medium shot dan close up.
- Frame: Bagian ini ialah meletakan subjek yang menjadi point of interest ke dalam bingkai dengan elemen-elemen yang memperkuat cerita. “Jadi kita memframing subjek yang akan difoto, sementara ornamen lainnya hanyalah pendukung dari subjek tersebut”, kata Nita. Sebenarnya, tahap frame bisa menjadi bagian dari detail. Pengambilan gambarnya juga sering kali dengan medium shot dan close up.
- Angle: Sudut pengambilan gambar yang menekankan pada posisi kamera saat membidik subjek. Penggunaan angle bisa memberikan kesan tertentu pada subjek. Variasi angle dapat memperkaya rangkaian foto yang diambil, misalnya dari atas, bawah, atau belakang saat mengambil gambar.
- Time: Ketepatan fotografer menangkap momen yang terjadi atau hal unik tak terduga, sehingga tercipta foto yang kuat dan berkesan. Penguasaan time ini erat kaitannya dengan penguasaan teknik fotografi dan penguasaan alat jepret.
“Dengan metode ini pun (EDFAT), foto-foto yang aku hasilkan jadi mengalir dan beragam. Timeline postingan (instagram) aku tidak hanya tentang landscape atau langit saja,” katanya menambahkan.
Selain tiga sesi materi di atas, para peserta pelatihan juga mendapatkan akses Tempo digital selama satu bulan dan kelas menulis dasar gratis dari program Kelas Tanpa Batas milik Tempo Institute. Banyak peserta juga langsung mengaplikasikan ilmu dari kelas ini, untuk mengikuti tantangan #berubahdarirumah mengurangi sekali pakai selama 30 hari bersama Laksmi. Banyak peserta yang tergerak untuk memposting kisah mereka melalui foto dan tulisan di akun instagram maupun blog mereka masing-masing.
“Ga bakal mudah memang. Karena saya sudah gagal berkali-kali. Tapi selalu percaya bahwa kedepannya apa yang dilakukan sekarang di sosial media, bisa jadi menimbulkan kesadaran terus menggerakkan orang-orang terdekat kita. Atau bahkan orang yang ga kita kenal sama sekali,” kata Marisa Airani, pemilik akun @marqong yang mulai membiasakan diri mengurangi plastik sekali pakai dari kegiatannya sehari-hari, mulai dari makan, belanja, minum, maupun sampai mengompos sisa makanannya sendiri.
Lutfi Yulisa, di akunnya bercerita bagaimana perjalanannya melakukan pengurangan plastik sekali pakai dari rumah: “Awalnya saya ikut cuma mau ikutan webinar soal Jaga Bumi Kala Pandemi, setelah ikutan jadi termotivasi lanjut ikutan kampanye 30 hari #berubahdarirumah.”