Gaya hidup ramah lingkungan makin dilirik. Apalagi, semakin banyak dampak kerusakan lingkungan makin terlihat. Banyak orang makin melirik gaya hidup ini, salah satunya dengan mengganti barang keperluan sehari-hari dengan menggunakan barang yang lebih ramah lingkungan, sustainable dan biodegradable.
Aku pun tertarik ikut mencobanya. Awalnya dimulai dari sedotan stainless, lalu merembet ke membawa tas belanja sendiri. Hingga, aku menemukan banyak hal baru terkait gaya hidup yang ramah lingkungan. Dan, aku mendapati, hampir semua apa yang menempel pada tubuh kita, sekitar kita, banyak yang tak ramah lingkungan. Sejak itu dan sampai saat ini, aku masih belajar menerapkan gaya hidup ini secara lebih kontinu.

Etalase Toko Peony Eco House Jogja/foto oleh Siwi Nur
Di hampir tiga tahun perjalanan ini, aku telah mencoba beberapa produk ramah lingkungan alias zero waste kit. Berikut beberapa di antaranya:
- Sedotan pengganti sedotan plastik
Dulu, aku cukup senang minum pakai sedotan, namun sekarang hampir tidak pernah, karena jarang membeli minuman kekinian yang ada di outlet-outlet modern itu. Selain malas bawa aja sih. Ada beberapa kelemahan sedotan pengganti ini, sebut saja sedotan stainless dan bambu. Selain keras, sedotan stainless menyimpan cerita agak kelam di balik proses pembuatannya yang boros energi dan kurang sustainable. Ada juga sedotan bambu yang diklaim lebih ramah lingkungan, tapi sayangnya sedotan ini hanya bisa dipakai beberapa kali saja. Tenang, tanpa sedotan dahaga masih bisa hilang.
- Bawa tas belanja dan wadah sendiri
Dulu, saat ibuku menyuruh beli soto diwajibkan untuk membawa wadah sendiri. Alasannya, biar dapat kuah lebih banyak! Ibuku mungkin belum tahu, kalau langkah kecilnya itu menjadi salah satu aksi nyata mengurangi sampah plastik sekali pakai. Selain cerita lawas itu, aku cukup banyak cerita soal membawa tas belanja dan wadah sendiri. Salah satunya yang menyenangkan adalah, dapat diskon saat beli buah. Jangan malas bawa tas belanja dan wadah sendiri ya!
- Sikat gigi bambu dan serat gandum

Sedotan Bambu dan Serat Gandum/foto oleh Siwi Nur
Kesan pertama memakai sikat gigi bambu adalah menyenangkan! Apalagi yang serat gandum, mungkin dan bisa menjangkau gigi terdalam. Walau kadang nemu serat sikat yang agak kasar, namun ada banyak sikat yang seratnya jauh lebih lembut dari serat sikat plastik yang dijual di pasaran. Oh ya! Aku ada tips menjaga sikat bambu agar tak mudah berjamur. Caranya, jangan langsung simpan dalam kondisi basah. Keringkan dengan lap atau handuk, di bagian bambu sikat, lalu angin-anginkan sebentar.
- Sabun lerak

Buah Lerak/foto oleh Siwi Nur
Semakin belajar banyak mengenai gaya hidup ramah lingkungan, semakin banyak aku menemukan hal baru. Ternyata, segala sabun, pewangi yang dijual di pasaran, mengandung bahan kimia yang sulit diuraikan alam, malah cenderung merusak. Lalu aku berkenalan dengan lerak, buah yang dapat berbusa dan mengandung bahan yang baik untuk membersihkan noda. Aku pernah membuat sabun lerak sendiri, dari yang gagal sampai yang coba-coba dikasih sereh dan jeruk nipis. Cukup direndam di air selama beberapa hari, buah ini akan melunak dan menghasilkan busa. Atau bisa juga dengan direbus. Tapi, ada sebagian orang yang kurang suka dengan baunya.
- Pembalut kain

Pembalut kain/foto oleh Siwi Nur
Sampah pembalut bekas menjadi salah satu ancaman kerusakan lingkungan. Bayangkan, setiap wanita menghasilkan kurang lebih 21 pembalut sekali pakai setiap bulannya. Tinggal dikalikan, berapa jumlah wanita subur di dunia ini. Mengerikan ya? Jauh sebelum ditemukan pembalut sekali pakai ini, nenek-nenek kita memakai kain untuk menahan darah agar tidak ‘bocor’ ke mana-mana. Sejak awal 2020, akhirnya aku mencoba memakai pembalut kain ini. Walau belum bisa sepenuhnya, dan masih selang-seling pakai pembalut sekali pakai. Karena, semua itu bertahap dan butuh proses.
Selain lima zero waste kit itu, masih ada banyak sekali barang pengganti yang lebih ramah lingkungan. Kita juga bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan kita dengan membuatnya sendiri, seperti membuat pasta gigi sendiri, masker wajah dari bahan alami, bahkan sabun dan parfum. Tapi yang terpenting dari semua itu ialah di bagian awalnya, bagaimana cara memulai.
“Those who can’t change their mind can’t change anything.”
Sebuah kutipan dari George Bernard Shaw yang sangat aku sukai. Kutipan ini aku temui di buku Sustaination karya Dwi Sasetyaningtyas. Dari kutipan itu membuat pandanganku terbuka. Segala perubahan, apabila tidak dimulai dari sendiri, itu akan sulit dan berujung pada tak mengubah apa-apa.
Begitu pula ketika memutuskan untuk memulai hidup zero waste, atau gaya hidup ramah lingkungan, atau hidup yang berkelanjutan. Butuh mengubah pola pikir terlebih dahulu, apalagi jika kita terlalu lama terjebak dalam kepraktisan, kemudahan dan segala yang cepat serta instan. Semua itu butuh proses, dan waktu setiap orang belum tentu sama.
Yuk mulai dari dirimu, coba dulu.
Penulis: Siwi Nur Wakhidah