Istilah food waste dan food loss mungkin sudah tak asing lagi bagi Sobat Laksmi yang sudah memahami bagaimana cara mengurangi sampah dan plastik. Food waste adalah sampah sisa makanan yang tak habis dikonsumsi, sedangkan food loss adalah sisa bahan pangan yang belum diolah. Perlu diketahui, Indonesia menghasilkan 67.8 juta ton sampah di tahun 2020, melansir dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dari 67.8 juta ton itu, 37.3 persennya berasal sampah dari aktivitas rumah tangga. Jika dilihat dari jenisnya, 39.8 persennya adalah sampah sisa makanan.

Jumlah itu akan terus bertambah jika masyarakat masih terus menganggap masalah sisa makanan ini sebagai hal yang wajar. Padahal, tumpukan sampah sisa makanan yang bercampur dengan sampah lain di tempat sampah, atau di TPA, bisa menjadi ancaman. Tidak hanya menyebabkan bau busuk, tumpukan sampah ini juga mengundang tikus, kecoa, lalat, hingga penyakit. Belum lagi, dampak buruknya untuk lingkungan. Sampah sisa makanan yang bertumpuk tanpa diolah dengan baik, akan mengeluarkan gas metana dan menyebabkan produksi asam berlebih. Jika berlarut-larut, masalah ini akan memengaruhi kondisi tanah, air dan udara. 

Food and Agriculture Organization (FAO), menyebut pada tahun 2011 diperkirakan sekitar 1/3 makanan dunia hilang atau terbuang sia-sia setiap tahunnya. Dalam mengatasi masalah ini, FAO membuat indeks Food Loss Indeks (FLI) dan Food Waste Indeks (FWI) untuk menghitung dan memperkirakan kerugian soal sampah pangan. Berikut penjelasan singkatnya:

Food Loss atau Kehilangan Makanan

Seperti yang sudah dijelaskan secara singkat di atas, food loss adalah sisa bahan pangan yang belum diolah dan terbuang. Menurut FAO, food loss adalah penurunan kuantitas dan kualitas makanan yang dihasilkan dari petani atau pemasok makanan, sehingga muncul tindakan untuk membuang makanan tersebut. Berdasarkan laporan dalam FLI, tindakan ini kerap terjadi pasca panen dan terkadang terjadi dalam tingkat pemasok.

Pasar dan bahan pangan.

Food Waste atau Limbah Makanan

Jika food loss berkaitan dengan bahan makanan yang belum diolah menjadi makanan, food waste mengacu pada penurunan kuantitas dan kualitas makanan yang dihasilkan dari keputusan konsumen, dan terkadang penyedia makanan. Maksudnya, bahan makanan yang sudah diolah, lalu dibuang karena dianggap mengalami penurunan kualitas. Misalnya seperti memasak makanan terlalu banyak, lalu bersisa, makanan yang dibuang karena mendekati tanggal kedaluwarsa, atau bisa juga bahan makanan yang dianggap tidak baik karena ukurannya kurang, warnanya tidak bagus dan sebagainya.

Masalah food waste dan food loss, masih menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah dan juga masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, penting bagi setiap manusia untuk memahami bahaya food waste dan food loss. Menanggapi permasalahan ini, LAKSMI berbincang dengan Safira, vice director of project development Asosiasi Internasional Mahasiswa Pertanian dan Ilmu Terkait (IAAS) tahun 2021/2022, Senin (21/2/2022). Simak obrolannya di sini.

Dalam perbincangan itu, Safira menjelaskan jika food waste dan food loss masih menjadi tantangan tersendiri, baik bagi pemerintah maupun individu. Mahasiswa yang diberi kesempatan untuk hadir dalam perhelatan besar COP26 di Gasglow ini juga memberikan tips agar food waste dan food loss bisa berkurang, setidaknya di tingkat individu. Ia menyebut food preparation sebagai salah satu solusi mudahnya. Selain itu, untuk jangkauan yang lebih luas, masyarakat bisa mendesak pemerintah untuk mengeluarkan peraturan mengenai sampah makanan.

Dalam perbincangan melalui siaran langsung Instagram tersebut, dapat disimpulkan jika kesadaran dan kebijksanaan dalam konsumsi makanan sangatlah penting. Tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk lingkungan sekitar. Sobat Laksmi yang ingin mengetahui sedikit tentang food preparation, bisa berkunjung ke tautan ini.

Penulis: Siwi Nur